Penelitian terbaru yang dilakukan oleh tim dari Universitas Borneo Tarakan telah menghasilkan inovasi penting dalam proses pengeringan rumput laut. Dengan memanfaatkan logika fuzzy sebagai pengendali temperatur dan kelembaban, alat pengering ini diharapkan mampu mengatasi berbagai tantangan yang selama ini dihadapi oleh para pembudidaya rumput laut, khususnya di Tarakan Timur. Metode pengeringan tradisional yang masih banyak digunakan sering kali tidak efektif, dan kini ada harapan baru untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil panen.
Tantangan Pengeringan Rumput Laut
Tarakan Timur, sebuah kecamatan di wilayah pesisir Kota Tarakan, Kalimantan Utara, dikenal sebagai salah satu sentra budidaya rumput laut di Indonesia. Sektor ini telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah, terutama sebagai sumber devisa. Namun, metode pengeringan yang masih mengandalkan cara tradisional sering kali menjadi penghambat bagi para petani rumput laut untuk mencapai kualitas dan kuantitas produk yang optimal.
Budidaya rumput laut di Tarakan Timur sebagian besar masih dilakukan secara manual, terutama dalam proses pengeringan. Para pembudidaya biasanya hanya mengandalkan panas matahari untuk mengeringkan hasil panen mereka. Metode ini tidak hanya memakan waktu lama, tetapi juga sangat bergantung pada kondisi cuaca. Pada musim hujan, proses pengeringan bisa memakan waktu lebih lama dan menyebabkan penurunan kualitas produk akibat kandungan air yang masih tinggi.
Menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tarakan, pada tahun 2014, Kelurahan Pantai Amal di Kecamatan Tarakan Timur berhasil memproduksi sekitar 8.000 ton rumput laut. Namun, tingginya produktivitas ini belum sepenuhnya diimbangi dengan metode pengolahan yang efisien. Para petani rumput laut di daerah ini juga menghadapi tantangan dalam menentukan kadar air yang tepat pada rumput laut yang sudah dikeringkan. Penentuan kadar air yang dilakukan secara manual memiliki tingkat akurasi yang rendah, sehingga sering kali produk yang dihasilkan tidak mencapai kadar air ideal. Akibatnya, harga jual rumput laut pun belum mencapai nilai optimal yang diharapkan.
Penerapan Logika Fuzzy dalam Sistem Pengeringan Otomatis
Melihat tantangan yang dihadapi oleh para petani rumput laut di Tarakan Timur, tim peneliti dari Universitas Borneo Tarakan merancang sebuah sistem pengendalian otomatis berbasis logika fuzzy untuk proses pengeringan rumput laut. Logika fuzzy merupakan metode yang mampu menangani variasi kondisi lingkungan yang kompleks dan tidak linier, yang sering kali sulit dikendalikan dengan metode konvensional.
Sistem pengeringan otomatis ini dirancang menggunakan mikrokontroler yang dipadukan dengan sensor kelembaban tipe HSM-20G dan sensor temperatur tipe LM-35. Sensor-sensor ini berfungsi untuk memantau kondisi suhu dan kelembaban selama proses pengeringan berlangsung. Berdasarkan data yang diterima dari sensor, logika fuzzy kemudian akan mengatur kerja heater dan blower untuk mencapai kondisi suhu dan kelembaban yang ideal.
Dalam pengujian laboratorium yang dilakukan selama 24 jam, sistem ini mampu mempertahankan suhu pada titik setel (set point) sebesar 40°C dengan tingkat kesalahan yang sangat kecil, hanya 0,1°C. Selain itu, sistem juga terbukti efektif dalam mengendalikan kelembaban, sehingga proses pengeringan dapat dilakukan lebih cepat dan dengan hasil yang lebih konsisten dibandingkan dengan metode pengeringan tradisional.
Baca Juga: Riset IoT Dosen Elektro: Langkah Cerdas Menuju Efisiensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Pengujian skala lapangan juga telah dilakukan untuk mengukur performa sistem ini dalam kondisi nyata. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem pengeringan berbasis logika fuzzy mampu memberikan hasil yang lebih baik, terutama dalam hal konsistensi kualitas rumput laut yang dikeringkan. Dengan sistem ini, para petani rumput laut di Tarakan dapat menghemat waktu dan tenaga, sekaligus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
Implikasi dan Masa Depan Penggunaan Teknologi Fuzzy
Penerapan teknologi pengendalian otomatis berbasis logika fuzzy dalam proses pengeringan rumput laut membawa harapan baru bagi para petani di Tarakan Timur. Dengan teknologi ini, mereka tidak hanya dapat meningkatkan efisiensi proses pengeringan, tetapi juga kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini tentunya akan berdampak positif pada nilai jual rumput laut, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan para petani.
Selain itu, teknologi ini juga dapat mengurangi ketergantungan pada kondisi cuaca. Dengan sistem pengeringan otomatis, para petani dapat lebih fleksibel dalam menentukan waktu panen tanpa harus khawatir dengan cuaca buruk yang dapat memperpanjang proses pengeringan. Keunggulan lain dari sistem ini adalah kemampuannya untuk menyesuaikan dengan berbagai kondisi lingkungan, sehingga dapat diterapkan di berbagai daerah dengan kondisi iklim yang berbeda-beda.
Untuk memastikan penerapan teknologi ini berjalan dengan baik, disarankan agar para petani mendapatkan pelatihan yang memadai mengenai cara penggunaan dan perawatan alat ini. Pelatihan ini penting agar para petani dapat mengoperasikan alat dengan benar dan memanfaatkan semua fitur yang ada secara optimal.
Lebih lanjut, penelitian lanjutan diperlukan untuk mengembangkan sistem pengeringan yang lebih efisien dan ekonomis. Dengan demikian, teknologi ini dapat diterapkan secara luas oleh para petani rumput laut di seluruh Indonesia, tidak hanya di Tarakan. Dukungan dari pemerintah dan pihak swasta juga sangat penting untuk mempercepat adopsi teknologi ini dan menjadikannya solusi jangka panjang bagi masalah pengeringan rumput laut di Indonesia.
Baca Juga: Kunjungan Universitas Ahmad Dahlan ke Umsida: Peningkatan Kualitas Akademik dan Pengembangan SDM
Penelitian yang dilakukan oleh tim dari Universitas Borneo Tarakan ini menunjukkan bahwa penggunaan logika fuzzy dalam sistem pengeringan otomatis mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas proses pengeringan rumput laut. Teknologi ini memberikan solusi inovatif yang dapat membantu para petani rumput laut di Tarakan Timur untuk mengatasi tantangan yang mereka hadapi dalam proses pengeringan.
Sumber: Jurnal, Freepik
Penulis: Ifa