4 Penyebab Kemarau Basah, Hingga Sektor yang Paling Berdampak

Umsida.ac.id – Dr Syamsudduha Syahrorini ST MT, pakar lingkungan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), menanggapi adanya fenomena kemarau basah yang dialami Indonesia pada pertengahan tahun 2025 ini.

Dosen Prodi Teknik Elektro Umsida itu menjelaskan bahwa fenomena ini bisa terjadi karena setidaknya empat hal.

Penyebab Terjadinya Kemarau Basah
kemarau basah (Pexels) 1
Ilustrasi: Pexels
  1. Fenomena La Nina

El Nino berkaitan dengan memanasnya suhu muka laut Pasifik Tropis bagian tengah dan timur hingga diatas normal.

“Pengaruh El Nino terhadap curah hujan di Indonesia bergantung pada kondisi suhu muka laut di Indonesia,” ujar Dr Rini.

Fenomena El Nino inilah yang menyebabkan berkurangnya curah hujan secara signifikan dapat terjadi apabila kondisi suhu muka laut di Indonesia cukup dingin.

Kebalikan dari kondisi atmosfer skala global yang mengakibatkan fenomena El Nino disebut sebagai La Nina.

“La Nina terjadi apabila kondisi suhu muka laut di Pasifik Tropis bagian tengah dan timur (Nino 3.4) menurun dibawah normal,” ungkapnya.

Secara umum, La Nina menyebabkan peningkatan curah hujan apabila kondisi muka laut di Indonesia cukup hangat.

Mengingat luasnya wilayah Indonesia, penurunan atau peningkatan curah hujan akibat pengaruh fenomena El Nino maupun La Nina berbeda-beda di setiap wilayah.

  1. Perubahan Pola Angin

Angin muson timur laut yang seharusnya membawa udara kering bisa terganggu oleh sistem angin lain, sehingga udara lembab tetap masuk dan menurunkan hujan.

  1. Perubahan Iklim Global

Pemanasan global berdampak pada pergeseran pola musim dan curah hujan. Akibatnya, musim kemarau tidak selalu kering seperti sebelumnya.

  1. Suhu Laut

Suhu laut yang lebih hangat di sekitar wilayah Indonesia menyebabkan terbentuknya lebih banyak uap air.

Hal ini membuat hujan tetap terjadi meskipun seharusnya sudah memasuki musim kemarau.

Apa Dampak Kemarau Basah?
kemarau basah (Pexels) 1
Ilustrasi: Pexels

Kemarau basah membawa dampak positif maupun negatif.

Beberapa dampak dampak positif seperti ketersediaan air tetap terjaga, sangat membantu untuk kebutuhan pertanian, dan risiko kekeringan dan kebakaran hutan menjadi lebih rendah.

Dampak negatif dari kemarau basah yakni pola tanam terganggu, terutama untuk tanaman yang memerlukan musim kering seperti tembakau.

Lalu, risiko banjir dan tanah longsor meningkat, terutama di wilayah dengan kondisi tanah labil atau sistem drainase buruk, dan kualitas air menurun akibat aliran air hujan yang membawa lumpur dan polutan.

“Bisa dikatakan,  satu sisi, pasokan air meningkat sehingga mendukung sektor perairan. Namun bagi pertanian, kondisi ini bisa merugikan,” terang Dr Rini.

Lihat Juga :  La Nina dan Dilema Sektor Pertanian dan Ketahanan Pangan di Indonesia

Lahan menjadi terlalu lembab dapat menyebabkan gagal panen pada komoditas seperti jagung, kacang kacangan, dan kedelai.

Hama dan penyakit juga lebih mudah berkembang dalam kondisi lembab. Perubahan pola hujan yang tidak sesuai dengan perkiraan membuat petani kesulitan merencanakan aktivitasnya.

Hal ini mencerminkan dampak nyata dari perubahan iklim global, yang menantang pola lama dalam mengelola musim.

“Untuk mengurangi risikonya, diperlukan pemantauan rutin atmosfer dan suhu laut, serta penyampaian informasi iklim yang akurat dan mudah diakses masyarakat,” jelasnya.

Selain itu, Dr Rini menjelaskan ada beberapa sektor yang paling merasakan dampaknya.

  1. Petani mengalami kesulitan menyesuaikan jadwal tanam. Tanaman musiman seperti jagung dan tembakau bisa gagal tumbuh karena terlalu banyak air.
  2. Peternak garam merugi karena proses penguapan air laut terganggu. Produksi garam menurun drastis.
  3. Genangan air akibat hujan menjadi sarang nyamuk. Risiko demam berdarah dan penyakit infeksi lainnya pun meningkat.
  4. Kerusakan jalan dan infrastruktur meningkat. Hujan di musim kemarau membuat daya tahan infrastruktur menurun.
  5. Lansia dan anak-anak lebih rentan sakit. Udara yang lembab meningkatkan risiko infeksi pernapasan, alergi, dan masalah kulit.

Curah hujan sering dan tinggi akan merubah pola tanam dari petani, sehingga bisa menyebabkan juga musim tanam bergeser dan gagal musim panen. Hal ini bisa berdampak pada menurunnya kondisi pangan.

“Petani harus adaptif untuk mengantisipasi kemarau basah. Petani harus bisa menyesuaikan jadwal tanam dan memilih jenis tanaman yang tahan terhadap curah hujan tinggi,” terangnya.

Lantas ia menyarankan para petani untuk menggunakan sistem drainase yang efektif agar air tidak menggenang di sawah atau ladang.

Pasokan air melimpah, tetapi bisa menyebabkan kurangnya air bersih dampak curah hujan yang tinggi.

Cara Agar Tetap Sehat

Akibat dari kemarau basah, Dr Rini menyarankan akan tetap menjaga lingkungan tetap bersih dari genangan air.

“Pihak yang terkait harus melakukan edukasi tentang menjaga kebersihan lingkungan, menjaga keseimbangan alam, serta selalu menjaga kesehatan dalam kondisi cuaca apapun kepada seluruh warga masyarakat,” pesannya.

Ternyata, kemarau basah tak hanya karena faktor alam. Manusia juga bisa menjadi penyebabnya.

“Kita harus rajin memilah sampah sebelum dibuang ke TPA, mengolahnya menjadi hal yang bermanfaat, serta  menggunakan air dan listrik seperlunya,” tutup Dr Rini.

Penulis: Romadhona S.